Wednesday, March 27, 2013

Diutus atau Ditempatkan?


Sinakma - Wamena - Papua (dok. pribadi)

Pertanyaan di atas sering mengemuka sejalan dengan adanya beberapa perubahan cara pandang di organisasi dimana saya bernaung. Pertanyaan itu hanya satu dari sekian pertanyaan yang bisa dikembangkan lagi. Contohnya: “Melamar atau ditunjuk?”, “Melayani atau sekedar Bekerja?”, “Philantrophy (bagi-bagi) atau Community Development?”, dan masih banyak lagi.

Konon ceritanya dulu, seorang pengembang masyarakat atau Change Agent adalah seorang yang diutus di tengah-tengah masyarakat yang paling miskin, paling tertindas, dan paling membutuhkan bantuan. Bantuan ini bisa macam-macam. Bisa bantuan skill atau keterampilan agar si masyarakat bisa berkembang dan pada akhirnya akan dapat menolong dirinya sendiri dan dan akhirnya menolong orang lain, atau bisa berupa bantuan langsung yang menjawab kebutuhan yang mendesak saat itu.

Perbedaan cara pandang mulai terasa tatkala organisasi harus berbenah. Dalam proses pembenahan tadi, ada standar yang harus digunakan. Standar ini termasuk dalam standar perekrutan karyawan dan bagaimana menghargai karyawan sesuai dengan prestasi dan kinerjanya. Standar yang digunakan bisa membuat sendiri, bisa mengacu pada organisasi yang sama di negara lain, atau lebih mudah jika melihat standar yang digunakan organisasi lain dan menerapkannya di organisasi ini.

Perubahan standar sebenarnya sah-sah saja dalam sebuah organisasi yang terus berkembang. Hanya, perlu diperhatikan bagaimana sosialisasinya. Apakah standar baru itu hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja, atau benar-benar disosialisasikan ke semua karyawan tanpa kecuali. Setiap karyawan entah itu yang baru bekerja atau yang sudah lama bekerja, diberikan pemahaman yang sama. Memang sulit mengandalkan satu level tertentu dalam organisasi untuk melakukan sosialisasi ke seluruh karyawan. Mengapa? Karena dalam satu level itu ada banyak orang yang masing-masing mungkin punya cara pandang yang berbeda, tingkat pemahaman yang berbeda, atau bahkan tingkat… maaf.. kecerdasan yang berbeda pula. Organisasi yang baik harus bisa mensosialisasikan segala jenis kebijakan, standar, dan apa-apa yang perlu diketahui karyawan secara terbuka. Setiap karyawan bisa mengakses informasi yang sama. Bagaimana caranya? Informasi tentang kebijakan harus berasal dari satu orang yang dipercaya, kemudian diteruskan ke salah satu level, pastikan setiap orang di level itu paham dan mengerti pesan yang disampaikan, minta setiap orang pada level tersebut untuk menjelaskan ke staf yang ada di bawahnya, monitor saat orang pada level tersebut menyampaikan pesan pada stafnya, apakah pesan yang disampaikan benar-benar sama dengan pesan awal, pastikan hal yang sama untuk setiap level di bawahnya, demikian seterusnya…

Kembali lagi ke masalah “diutus atau ditempatkan” tadi, saya pribadi lebih suka menggunakan kata “diutus”. Dalam hal ini “diutus” bukan oleh organisasi saja, melainkan juga oleh DIA yang memiliki pelayanan ini. Yang tidak setuju lagi-lagi akan bertanya, “Iya kalau ini pelayanan, bagaimana kalau ini hanya pekerjaan?”. Nah, kalau sudah begitu perlu satu artikel lagi untuk menjelaskannya. Mungkin lirik lagu yang satu ini bisa menjelaskan sedikit:

Kerinduanku slalu berada di tempat Kau berada
Kerinduanku slalu bekerja seperti Bapaku bekerja
Kudengarkan Tuhan isi hatiMu
saat Kau panggil ku siap

Ini aku utuslah Tuhan
Ini aku utuslah Tuhan
kemana pun Kau pimpin
ke negri yang Kau pilih
Ini aku utuslah Tuhan
dan ku kan pergi

(Franky Sihombing: Ini Aku, Utuslah Tuhan)
 
Jadi,  prinsipnya begini, “Karena ketika kita diutus, kita tidak peduli lagi kemana kita akan pergi. Yang kita pedulikan hanya satu, yaitu menyenangkan DIA yang mengutus kita”.

Selamat diutus dan menyenangkanNYA!

No comments: