Thursday, January 14, 2016

Tiga Kali Kesempatan


Sumber gambar: hoodline.com


Ketika akhir tahun datang, tepatnya seminggu sebelum akhir tahun, maka Natal menjadi saat yang istimewa. Ketika itu biasanya orang-orang mulai sejenak melihat ke belakang. Melihat segala pencapaian. Melihat segala yang belum tercapai. Dan yang paling penting melihat dosa-dosa yang sudah dilakukan sepanjang setahun tersebut.

Ketika kehidupan terasa sangat terpuruk di tahun tersebut. Terasa sangat bergelimang dosa, maka Natal menjadi saat yang indah untuk kembali. Menjadi saat yang indah dan tepat untuk memohon. Memohon pengampunan atas segala dosa yang telah dibuat dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi.

Maka, ketika ke gereja saat Natal. Ketika tiba pada bagian pengampunan dosa yang diucapkan, tak jarang banyak yang terisak. Banyak yang diam-diam tanpa suara memohon. Banyak yang diam-diam tanpa suara, berjanji.

Maka itulah kesempatan pertama.

Namun apa daya. Dua hari setelah Natal, segala persiapan menuju Tahun Baru membuat dosa kembali datang. Kembali menggelayut dan membuat diri terhanyut. Namun dirinya kembali tersadar dan kembali teringat akan janji yang pernah diucapkan saat Natal. Dua hari yang lalu.

Maka Tahun Baru pun menjadi sarana untuk kembali memohon. Mohon ampun karena lupa akan janji. Mohon ampun karena dosa kembali terulang. Mohon ampun karena kuasa diri tak mampu membendung segala kehendak bebas itu.

Maka itulah kesempatan kedua.

Tahun baru segera berlalu. Kesibukan kembali datang. Karir harus dikejar. Beberapa pencapaian harus didapat. Ada indikator yang harus dicapai. Ada sejumlah lagi tugas. Dan sejumlah lagi di bulan berikutnya. Dan sejumlah lagi di bulan berikutnya. Begitu terus tanpa henti.

Maka akhirnya perlu waktu juga untuk bersenang-senang. Toh, saya sudah bekerja keras dan ini waktunya untuk menghibur diri. Agar beroleh semangat baru menghadapi hari yang baru. Menghadapi segudang tugas yang menanti. Maka dosa pun datang menghampiri. Saat diri sebenarnya dalam keadaan sadar dan mengerti. Rasa menyesal memang selalu datang terlambat.

Begitu cepat waktu berlalu dan satupun tak dapat diulang kembali. Maka Paskah tiba. Kebangkitan anak manusia itu terasa sangat agung. Sedangkan dirinya? Merasa sangat kotor dan terpuruk jauh. Merasa tak layak untuk mendapatkan segala anugerah yang diberikan secara percuma itu.

Maka lututpun tanpa sadar bertemu dengan lantai. Berpadu dengan dua tangan yang saling menggenggam erat. Doa pun terpanjat. Dengan hati sungguh-sungguh dan gelinang air mata. Mohon ampun atas segala dosa, dan untuk ketiga kalinya berjanji untuk tak mengulanginya lagi.

Maka itulah kesempatan ketiga.

Hanya tiga kali kesempatan? Terus urutannya? Bukankah lebih tepat kalau kesempatan pertama ada di awal tahun sehingga Natal adalah kesempatan ketiga?

Ah, urutan itu kan hanya menurut saya. Terserah jika ingin dibolak-balik. Lagipula kalau mau jujur, dalam setahun tak hanya tiga kali kesempatan itu diberikan. Ada 365 hari dalam setahun sehingga ada 365 kesempatan. Ada 24 jam dalam sehari, yang berarti ada 8,760 kesempatan dalam satu tahun. Ada 60 menit dalam setiap jam yang berarti ada 1,440 kesempatan dalam satu hari atau 12,614,400 kesempatan dalam satu tahun. Hanya perlu mengucap dan memohon. Hanya perlu berlutut dan sungguh-sungguh berdoa “Tuhan ampunilah kami atas kesalahan kami…”

Mau kah menggunakan kesempatan itu? Atau menggunakan waktu yang ada dengan sia-sia? Kan, ada banyak kesempatan untuk mohon ampun dan berdoa…

Yakin?

“Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana…." 
(Mzm 90:12)

Wednesday, March 18, 2015

Segitiga keseimbangan dalam dunia kerja!

Kesimbangan hidup sudah sering dibahas dalam berbagai diskusi. Intinya kebanyakan bicara soal keseimbangan antara kerja dan istirahat atau membagi waktu antara kerja dan keluarga. Mari kita lihat sebuah bagian singkat dalam Injil Markus yang menggambarkan tentang hal ini. "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Yesus memulai harinya pagi-pagi benar, menyepi dari orang banyak dan menikmati saat-saat teduh untuk bersekutu dengan Bapa. Yesus tahu bahwa Dia memerlukan hal itu agar bisa kuat melakukan semua pelayananNya setiap hari.

Tapi kali ini bukan keseimbangan itu yang ingin dibahas, tapi tentang segitiga di bawah ini: 

Segitiga berpikir, bekerja, dan bicara. Created by Rachmat Willy

Ide segitiga ini9 datang dari diskusi dengan seorang teman. Awalnya kita mendapat sedikit pencerahan tentang energi yang tak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Energi hanya beralih fungsi dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Agak nyeleneh memang menerapkannya dalam bentuk segitiga tersebut. Kalau mau diartikan secara gampang maka jadinya begini:
  1. Kalau seseorang itu banyak bicara, otomatis dia akan sedikit bekerja dan sedikit berpikir.
  2. Jika banyak berpikir, ternyata tidak baik juga. Orang itu akan sedikit bekerja dan sedikit bicara.
  3. Jika banyak kerja, mungkin baik juga. Artinya orang itu sedikit berpikir dan sedikit bicara.
Mana yang baik? Tentunya yang baik adalah tetap menjaga keseimbangan dalam tiga hal tersebut. Atau, sewaktu-waktu bisa mengkondisikan sesuai kebutuhan. Dalam dunia kerja, tak bisa hanya diam terus, kadang perlu bicara dan beraksi (kerja).

Dengan keseimbangan tersebut, akhirnya, kita bisa meneladan Paulus yang menyatakan, "Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku." (Kisah Para Rasul 20:34).Seimbang dalam bekerja menuntut untuk seimbang dalam bicara, berpikir, dan bekerja itu sendiri.

Friday, August 16, 2013

Allah Mama?



Dalam nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus sering kita dengar diucapkan oleh rekan-rekan yang menganut agama Katholik. Ucapan itu diiringi dengan melakukan tanda salib. Di kening, di dada, di kedua bahu, dan berakhir dengan menangkupkan tangan yang diiringi bunyi “Amin”. Kalau ada yang salah dari penuturan tersebut, terlebih dulu saya mohon maaf. Realitanya, saya sejak kecil dibesarkan di lingkungan sekolah Katholik. Dari Taman Kanak-Kanak hingga ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ketika masuk SMA beralih ke sekolah negeri. Alasannya klise, supaya gampang menembus perguruan tinggi lewat jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Yang jelas, dalam Kekristenan ada ajaran Trinitatis. Banyak juga menyebutnya sebagai Tritunggal. Ada 3 oknum tetapi satu. Ajaran ini sering menuai pro kontra dari agama lain. Agama lain biasanya langsung menyerang dengan pemahaman bahwa Tuhan itu tidak beranak dan tidak diperanakkan. Sebenarnya kalau menyerang dengan alasan itu sangat salah, karena jelas dalam ajaran Kristen pun Tuhan memang tidak beranak dan tidak diperanakkan.

Tapi bukan itu yang mau dibahas kali ini. Saya hanya mencoba membahas masalah yang sepertinya sepele. Sepertinya mempersoalkan gender. Sepertinya tak perlu dibahas tapi menarik juga. Menurut saya, jika ada Allah Bapa, dan Allah Putra maka seharusnya ada Allah Mama. Tapi ternyata tak disebutkan sebagai Allah Mama tetapi sebagai Roh Kudus.

Kesan Tuhan sebagai sesuatu (bukan berarti saya membendakan Tuhan) yang maskulin sering kita lihat dalam penggunaan kata ganti di kitab suci. Tuhan digambarkan seolah sebagai laki-laki. Beda dengan bahasa Arab, walau masih menggunakan kata ganti laki-laki dalam kata Allah tetapi menggunakan kata ganti dengan sifat perempuan pada kata Al-Dzat yang merupakan salah satu esensi Tuhan. Kalau demikian dimana letak atau peran perempuan dijelaskan dalam kata Tuhan atau Allah?

Menurut saya, peran itu ada dalam Roh Kudus tadi. Bagaimana itu bisa terjadi? Untuk mengetahuinya, coba kita perhatikan bagaimana sifat-sifat seorang ibu (mama) yang baik. Seorang ibu yang baik adalah ibu penuh kasih sayang, prihatin melihat anaknya yang dalam kesusahan, selalu memberikan nasihat, tidak pilih kasih, dan banyak sifat-sifat baik lainnya. Lalu bagaimana dengan Roh Kudus?

Roh Kudus adalah pribadi yang sejati. Sebagai pribadi, Roh Kudus memiliki kecerdasan. Roh Kudus mengetahui dan menyelidiki segala sesuatu yang dari Allah (I Kor 2:10-11). Roh Kudus memiliki pikiran (Rom 8:27) dan dapat mengajar (I Kor 2:3). Roh Kudus juga memiliki perasaan halus. Ia dapat berdukacita karena perbuatan-perbuatan dosa orang-orang percaya (Ef 4:4). Roh Kudus memiliki kehendak. Ia menggunakan kehendakNya untuk membagi-bagikan karunia-karunia kepada orang-orang percaya (I Kor 12:11). Roh Kudus juga membimbing kehidupan dan kegiatan orang-orang percaya (Kis 16:6-11, Rom 8:14-15).

Kalau kita perhatikan, banyak sekali persamaan antara Roh Kudus dan seorang ibu atau mama. Seorang anak, misalnya akan cenderung lebih dekat pada ibunya. Seorang ibu dipandang lebih lembut sementara bapak atau ayah sebagai tokoh dengan karakter kuat dan keras.

Walau Roh Kudus lebih dari sekedar seorang mama. Mempunyai banyak sifat melebihi seorang ibu. Namun, dengan penggunaan terminologi Allah Bapa dan Allah Putera, menurut saya layak juga kalau kita punya sebutan Allah Mama yaitu Roh Kudus. Yang selalu menyertai kehidupan kita, berbisik pada hati kita, mencegah kita melakukan hal yang tidak baik, bagai seorang Mama yang prihatin melihat kita susah, menemani tatkala kita jatuh. Seorang mama yang kasihnya tak akan pernah habis. Duh, senangnya!

Kiranya Allah Mama senantiasa menyertai kita. Tuhan memberkati!

Monday, August 12, 2013

Celana Ibu



Celana Ibu

Maria sangat sedih menyaksikan anaknya
mati di kayu salib tanpa celana
dan hanya berbalutkan sobekan jubah
yang berlumuran darah.

Ketika tiga hari kemudian Yesus bangkit
dari mati, pagi-pagi sekali Maria datang
ke kubur anaknya itu, membawakan celana
yang dijahitnya sendiri dan meminta
Yesus untuk mencobanya.

“Paskah?” tanya Maria.
“Pas sekali, Bu,” jawab Yesus gembira.

Mengenakan celana buatan ibunya,
Yesus naik ke surga.

(2004)


Berawal dari suatu artikel di majalah tentang sastrawan yang berasal dari seminari dan pesantren, saya menemukan nama Joko Pinurbo. Buat saya yang awam dengan dunia sastra, penemuan ini jadi menarik. Saya bisa tahu Joko Pinurbo lewat salah satu karyanya yang berjudul “Celana Ibu” di atas.

Joko Pinurbo (Sumber: www.bengkelsastra.net)
Memang menarik menyimak puisi diatas. Awalnya saya pikir itu hanyalah sekedar pesan singkat yang sering kita terima saat merayakan hari raya Paskah. Ternyata tak sekedar pesan singkat tapi juga sebuah puisi karya seseorang yang bernama Joko Pinurbo.

Terlepas dari banyaknya orang yang berusaha mengartikannya, saya lebih memilih untuk menikmati saja puisi di atas. Tak usah banyak berpikir. Cukup membacanya perlahan-lahan, dan ketika selesai membaca, ya tersenyumlah… Senyum senang, karena Yesus senang dan ibunya (Maria) juga senang.

Tuhan memberkati!

N.B: Beberapa karya tentang "celana" oleh Joko Pinurbo dapat disimak di Jalan Setapak.

Friday, August 2, 2013

Ulat Telinga?


Ada ulat di dalam?

Rasa penasaran sehabis membaca sebuah bahan renungan, membawa saya untuk mencari lebih jauh literatur tentang ulat telinga. Sejenis ulat spesies baru? Bukan. Earworm adalah sekelebatan musik yang terus berulang-ulang dalam pikiran seseorang sekalipun musik itu tidak lagi dimainkan (Wikipedia). Beberapa frase yang sering digunakan untuk menjelaskan earworm antara lain: musical imagery repetition, involuntary musical imagery, dan stuck song syndrome. Kata earworm sendiri berasal dari kata ekspresif dari bahasa Jerman Ohrwurm yang berarti ulat telinga dalam arti sebenarnya.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh James Kellaris, 98% dari individu pernah merasakan earworms. Laki-laki dan perempuan hampir sama angkanya untuk fenomena ini namun perempuan biasanya merasakan earworm lebih lama dan lebih sering merasa terganggu ketimbang laki-laki. Kellaris bahkan mempublikasikan statistic tentang earworm bahwa lagu dengan lirik lebih banyak menimbulkan earworms dengan nilai 73.7% ketimbang musik instrumental yang hanya menyebabkan 7.7% earworms.

Beberapa contoh musik yang termasuk earworm antara lain: The Lions Sleep Tonight (ini saya hafal dan oh…no saya sudah mulai mendendangkannya.. tolong), Who lets the dog out (ini masih agak ringan, habis mendendangkan lagu ini lagu pertama tadi langsung hilang tapi lagu ini jadinya nggak bisa dihentikan juga..), It’s a small world after all (ini saya nggak tahu lagunya gimana dan saya bersyukur sekali karena tidak tahu), dan ternyata musik latar dari Mission Imposible juga termasuk dalam golongan earworm ini. Pantas saja kalau sudah mulai mendendangkannya jadi sulit untuk berhenti. Selalu saja lagu itu terulang-ulang di memori atau ingatan kita. Oh ya, masih banyak lagu-lagu lain yang digolongkan pula ke dalam earworm. Saya nggak mau mencari lebih lanjut nanti pusing sendiri ah…

Memang earworm tak selamanya mengganggu tapi ternyata mudah menular. Lho? Bagaimana caranya? Tak sengaja karena sejak dari rumah saya mendendangkan lagu The Lions Sleeps Tonight, lagu itu masih terbawa ketika saya masuk ke ruang kerja saya. Saya pun mulai menyiulkannya. Beberapa lama kemudian seorang staf masuk ke ruangan saya dan mendengar siulan saya tadi. Memang tak serta merta dia ikut bersiul, tapi ketika keluar ruangan saya mulai mendengar dia mulai mendendangkannya. Setelah itu saya lupa dengan lagu itu karena langsung menyibukkan diri dengan pekerjaan sambil memasang earphone mendengar beberapa lagu Batak favorit. Eh ternyata, siang harinya sewaktu mau keluar makan saya malah mendengar entah siulan atau dendangan lagu The Lions Sleep Tonight dimana-mana. Bahkan ada yang sengaja membuka video animasinya. Wah…wah..wah… dampak earworm memang luar biasa!

The Lion sleeps tonight (Sumber: Miloop.com)
Memang tak selamanya earworm dituding berdampak negative. Kadang malah positif karena bisa merubah mood jadi membaik. Tapi kadang-kadang karena tak sengaja menyiulkannya dalam suasana formal sering saya disenggol oleh teman sesame staf. Huss! Katanya. Tapi setelah menyenggol saya, justru dia tampak manggut-manggut sendiri. Rupanya siulan saya menular tapi oleh versi teman saya menjadi versi “inaudible” atau “mute”.

Yang jelas mudah saja menghilangkan earworm. Fokus saja pada pekerjaan. Kalau perlu tambahkan lagu favorit atau menurut saran para ahli, gunakan saja musik klasik niscaya earworm akan hilang.

In the jungle, the mighty jungle
The lion sleeps tonight
In the jungle, the quiet jungle
The lion sleeps tonight….

Nah..lho… rasain deh earworm he…he…he…

Artikel ini juga bisa dibaca di Kompasiana dengan judul "Mengendalikan Ulat Telinga".